NIM : 11140110227
Mata Kuliah : Penulisan Feature
Berdinding semen, cat tembok yang menunjukan ke arah warna hijau muda, terlihat kumuh tetapi bersih, lantainya berlapiskan keramik putih. Seorang karyawan yang sedang mengepel lantai yang setiap kali sudah kotor langsung dibersihkan. Dua karyawan lain diantara nya sedang sibuk menerima pesanan pelanggan yang silih berganti tanpa hentinya.
Mata Kuliah : Penulisan Feature
Berdinding semen, cat tembok yang menunjukan ke arah warna hijau muda, terlihat kumuh tetapi bersih, lantainya berlapiskan keramik putih. Seorang karyawan yang sedang mengepel lantai yang setiap kali sudah kotor langsung dibersihkan. Dua karyawan lain diantara nya sedang sibuk menerima pesanan pelanggan yang silih berganti tanpa hentinya.
Dentangan suara
benturan kuali dengan codet, gemericik suara minyak goreng. Wangi harum khas
tempe goreng tepung yang sedang di masak oleh seorang ibu berkulit sawo matang,
rambut keriting, warna bola mata hitam pekat layaknya orang Indonesia.
Dengan di temani tiga orang
karyawan nya, setiap hari seorang ibu yang mempunyai dua orang anak. Sebut saja
ibu Maman namanya. Disaat hari masih gelap dan terdengar suara burung
“Tuuttuuttt…. Tuuttuutt…”
Bu Maman,,, tiga puluh
tujuh tahun, sudah harus bangun dan melawan magnet kasurnya untuk mempersiapkan
diri nya beraktifitas, bergulat dengan keperluan di dapur untuk usaha Warteg
nya yang terletak di depan sekotr 7B.
Setiap hari nya,,, ia
harus bertemankan dengan spatula, kuali, saringan, dan minyak goreng. Memang
jam terbang nya sudah tak di ragukan lagi. Enam tahun lamanya, Bu Maman sudah
meniti karier nya sebagai Pengusaha warteg di daerah gading serpong yang
merupakan tergolong sukses.
“Ya, kita si mau jualan
kecil – kecilan, ya kita semua dagang kita jalani, dari sayur – sayuran sampai
akhirnya saya lari ke warung nasi… “
Sambil mengaduk – aduk
tempe goreng tepung di hadapan nya, Bu Maman mulai bercerita tentang perjalanan
kariernya. Pikiran nya menerawang ke masa lalu. Di mulai dari hobinya memasak,
Bu Maman mulai menekuni usaha catering kecil – kecilan di rumahnya. Pelanggan
pertamanya adalah karyawan Lippo Menara Asia.
Usaha nya kian
berrkembang. Pelanggan setia nya semakin bertambah. Hal inilah yang membuat Bu
Maman berani membuka usaha Warteg. Pelanggan setia nya tidak hanya sekitaran
perumahan komplek, tetapi juga ada dari kelapa dua dan dari depan komplek
gading serpong.
Bu Maman membuka
usahanya dari jam delapan pagi sampai dengan jam tujuh sore.. Terkadang dia menunggu
jualan nya habis. Baru bisa kembali ke rumahnya untuk beristirahat dan
berkumpul bersama keluarganya.
Warung semakin ramai
oleh pelanggan. Tidak hanya mahasiswa, banyak profesi lain yang datang
menikmati masakan bu maman, seperti buruh, tukang becak, orang kantoran, warga
sekitar dan lain – lain. Seorang karyawan bu maman, sibuk membersihkan lantai.
Walaupun sederhana, Bu Maman tetap memegang teguh prinsip kebersihan warung
nya.
Dua karyawan Bu maman
lainnya, sibuk melayani pelanggan yang memesan makanan.
“Makanan nya tergolong
murah dan banyak lagi. Pas banget buat anak kost an. Seperti saya ini.,” kata
salah seorang pengunjung sambil tersenyum puas. Dihadapan nya sepiring nasi
putih dengan lauk yang beragam menunggu untuk di santap oleh nya. Nasi, Kerang,
dan Kikil yang sudah menjadi menu favorit nya setiap kali dia datang ke warteg
Wonosari.
Baru sejam kami
berbincang, lauk yang tersaji sudah habis. Bu Maman dan ketiga karyawan nya
sibuk mengisi lagi wadah makanan yang telah kosong. Setiap harinya menu makanan
yang tersedia di warteg Wonosari itu berganti – ganti dengan kombinasi yang
tidak kalah menggoda pelanggan.
Dibalik profesi yang
sekarang dia tekuni sebenarnya jauh di lubuk hatinya yang paling dalam dia
adalah sosok yang berjiwa bersar.
“Ya,,, kita disini
nggak mau ambil untung gede, yang penting orang – orang bisa makan seberapa pun
penghasilan nya.” Ujar Bu Maman, sambil mengangkat tempe goreng tepung ke wadah
saringan minyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar