Salah
satu hari besar agama Buddha adalah hari Trisuci Waisak yang merupakan hari
Raya paling besar dan paling bermakna bagi umat Buddha. Kata “Waisak” sendiri
berasal dari bahasa Pali “Vesakha” atau di dalam bahasa Sansekerta disebut
“Vaisakha”. Nama “Vesakha” sendiri diambil dari bulan dalam kalender buddhis
yang biasanya jatuh pada bulan Mei kalender Masehi. Namun, terkadang hari
Waisak jatuh pada akhir bulan April atau awal bulan Juni. Hari Raya Waisak
sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak. Disebut
demikian karena Waisak memperingati tiga peristiwa penting yang semuanya
terjadi di bulan Vesakha dan pada waktu yang sama yaitu tepat saat bulan
purnama. Tiga peristiwa penting itu adalah
1.
Kelahiran
Pangeran Sidharta
Pangeran
Sidharta adalah Putra seorang Raja yang bernama Raja Sudodhana dan seorang
Permaisuri yang bernama Ratu Mahamaya. Pangeran Sidharta lahir kedunia sebagai
seorang Bodhisatva ( Calon Buddha, Calon Seseorang yang akan mencapai
Kebahagiaan Tertingggi ). Beliau Lahir di taman Lumbini pada tahun 623 SM.
2.
Pencapaian
Penerangan Sempurna
Pangeran
Sidharta tidak pernah keluar dari istana, pada usia 29 tahun beliau pergi
meninggalkan Istana dan pergi menuju Hutan untuk mencari Kebebasan dari USIA
TUA, SAKIT, dan MATI. Kemudian Pada saat Purnama Sidhi di bulan Waisak Pertapa
Sidharta mencapai Penerangan Sempurna dan mendapat gelar SANG BUDDHA.
3.
Pencaian
Parinibbana
Ketika
usia 80 tahun Sang Buddha Wafat atau PARINIBBANA di Kusinara. Semua mahkluk
memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan begitu juga Para anggota Sanggha
, mereka bersujud sebagai tanda penghormatan terakhirnya kepada Sang Buddha. Sang Buddha lahir, pencapaian dan meninggal
di tanggal, bulan dan tahun yang sama.
Biasanya
pada hari waisak, umat Buddha merayakannya dengan pergi ke vihara dan melakukan
ritual puja-bhakti. Harus dimengerti bahwa umat Buddha melaksanakan ritual
puja-bhakti adalah bertujuan untuk mengingat kembali ajaran sang Buddha dan
melaksanakan ajaran yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.
Waisak
sebagai sebuah hari raya agama Buddha bisa memberikan contoh yang positif
kepada setiap orang. Contoh positif yang dapat diteladani adalah pengembangan
cinta-kasih kepada setiap makhluk hidup. Wujudnya bisa berupa berdana membantu
mereka yang membutuhkan, mendonorkan darah, menjaga lingkungan sekitar dengan
hidup sederhana atau perbuatan-perbuatan baik lainnya. Akhirnya satu harapan
besar dari hari Waisak tersebut adalah bahwa setiap manusia diharapkan dapat
merenungi segala perbuatannya dan setiap saat selalu hidup dengan rasa
cinta-kasih tanpa kebencian, seperti yang tertulis di dalam Dhammapada,
“Kebencian tidak akan selesai jika dibalas dengan kebencian, tetapi hanya
dengan memaafkan dan cinta-kasihlah maka kebencian akan lenyap.
Bagi
umat Buddha, hal tersebut berarti menaati peraturan moral, seperti menghindari
pembunuhan makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan
mabuk-mabukkan. yang kita kenal dengan Pancasila Buddhis. Selain kelima
larangan tersebut, umat Buddha ketika hari Waisak biasanya mengembangkan
cinta-kasih dengan cara membantu fakir-miskin atau mereka yang membutuhkan,
melepas hewan (biasanya burung) sebagai simbol cinta-kasih dan penghargaan
terhadap lingkungan, serta merenungkan segala perbuatan yang telah dilakukan
apakah baik atau buruk sehingga diharapkan di masa mendatangkan tidak
mengulangi perbuatan yang buruk yang dapat merugikan.