Kamis, 16 Mei 2013

Tragedi Mei 1998


Tragedi Mei 1998

Nama : Ervina Cecilia
Nim : 11140110227
Penulisan Feature

Panas terik, matahari yang makin menunjukan bayangnya makin tinggi, sinar nya melekat di kulit, asap dan debu kendaraan bermotor bercampur menjadi satu menghiasa langit kota Jakarta pada hari itu. Angin yang bertiup cukup kencang meniup hempasan daun – daun dan ranting pohon.

Saya yang hanya bisa duduk terheran – heran, melihat mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta, semacam mengadakan perkumpulan yang berbondong – bondong berdiri di depan kampus mereka. Tangisan haru, nyanyian senduh pun menggema, lilin – lilin putih yang menghiasi jalanan, dan akhirnya saya pun mengetahui apa yang terjadi.
Doa dalam memperingati hari nya, tanggal bersejarah itu yang cukup menggempar kan seluruh dunia dimana orang – orang selain pribumi yang merupakan terkena korban kerusuhan 12 mei 1998 dan tragedi trisakti.

Sedih, kecewa, marah, dengki, kesal, dendam semua rasa itulah yang dapat mewakili keluarga – keluarga korban yang di tinggalkan. Seperti empaat orang mahasiswa Universitas Trisakti yang rela berkorban untuk mengadakan perubahan sistem pemerintahan Bapak Soeharto yang saat itu adalah Presiden RI 1998.

Pikiran ku kembali melayang pada 15 tahun silam, disaat masih duduk dibangku sekolah dasar. Siang hari, disaat panas teriknya matahari, saya sedang bermain bersama teman – teman sepantaran. Ditengah permainan suara teriakan mulai terdengar dari setiap sudut rumah. Ricuh.

“Vinnaaa… cepetan pulang kerumah… ayo, kita harus ngumpet dulu..!!!” ujar seorang wanita yang suaranya tidak asing lagi di telingaku.

Pada saat itu juga, saya dan beserta teman – teman yang lain langsung menghentikan permainan dan lari terbirit – birit masuk kedalam rumah. Didalam rumah kami tidak berani menyalakan lampu atau pun bersuara berisik. Suasana pada saat itu sunyi, senyap, terasa bahwa seperti tidak ada tanda – tanda kehidupan di sekitar komplek.
Tragedi Trisakti adalah peristiwa penembakan, pada tanggal 12 Mei 1998, terhadap mahasiswa pada saat demonstrasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Kejadian ini menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta, Indonesia serta puluhan lainnya luka.

Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana (1978 - 1998), Heri Hertanto (1977 - 1998), Hafidin Royan (1976 - 1998), dan Hendriawan Sie (1975 - 1988). Mereka tewas tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti kepala, tenggorokan, dan dada.

Pada 12 mei 2013, kemarin Universitas Trisakti (Usakti) memberikan masing-masing satu unit rumah kepada orangtua dari almarhum Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie mahasiswa yang gugur dalam tragedi berdarah pada 1998. Rektor Usakti Thobi Muthis mengatakan, pemberian hibah rumah tersebut merupakan buah tangan sebagai bentuk apresiasi terhadap para pahlawan reformasi.

”Buah tangan kepada mereka yang telah menjadi martir demi terciptanya era reformasi. Kita harapkan agar reformasi ini menghasilkan kebajikan yang lebih baik bagi rakyatnya,” ujar Thobi, saat acara peringatan tragedi 12 Mei 1998, di Kampus A Usakti, Jakarta (12/5).

Kerusuhan Mei 1998 lalu adalah kerusuhan yang terjadi di Indonesia pada tanggal 13 Mei-15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta. Namun juga terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa terutama milik warga Indonesia keturunan Tionghoa. Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi di Jakarta, Bandung, dan Surakarta. Terdapat ratusan wanita keturunan Tionghoa yang diperkosa dan mengalami pelecehan seksual dalam kerusuhan tersebut. Sebagian bahkan diperkosa beramai-ramai, dianiaya secara sadis, kemudian dibunuh. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia.  

Tak hanya itu, seorang aktivis relawan kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar